TOPJURNALNEWS.COM - Enam orang saksi yang dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan dugaan penggunaan data palsu yang dilakukan terdakwa Murachman, di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Kamis (11/05) semakin menguatkan tuduhan bahwa Murachman memang menggunakan data palsu.Teks foto : Para saksi yang dihadirkan dalam persidangan Murachman di PN Lubuk Pakam Kamis (11/05).
Ini diungkapkan para saksi menjawab pertanyaan majelis hakim yang diketua Hendra Nainggolan. Para saksi yang dihadirkan di antaranya, Surya Putra, Suprayitno, Irawanto, Hendri, dan Supardi, menyebutkan, mereka adalah bagian dari Kelompok 41 yang dikoordinir Murachman.
Pada mulanya, mereka hanya diminta KTP dan KK yang disebutkan Murachman dan Wakilnya Timan, untuk menjadi bahan melakukan perjuangan untuk mendapatkan tanah di Penara. Mereka sendiri tidak mengetahui secara persis keberadaan tanah yang dimaksudkan, karena mereka semuanya adalah warga Desa Bangun Sari Baru Kecamatan Tanjung Morawa. Dari penyerahan KTP dan KK itu mereka mendapatkan uang sebesar Rp. 200 ribu, lalu ditambah Rp.500 ribu lagi saat membuat pernyataan di salah satu tempat di Tanjung Morawa. Mereka juga dijanjikan tanah seluas 2 hektar senilai Rp. 1,5 Milyar.
“Apakah saudara-saudara tahu, di mana tanah perjuangan itu dan bagaimana keadaannya atau siapa yang menguasainya saat itu?” Tanya Ketua Majelis Hakim. “Apakah saudara tahu untuk apa data saudara itu diminta?”
“Kami tidak tahu, pak,” jawab Surya Putra salah seorang saksi.
Mereka mengetahui adanya penggantian identitas orangtua di Kartu Keluarga (KK) yang diminta Murachman, saat akan menggunakan KK tersebut setelah dikembalikan kepada mereka. Orangtua Surya Putra misalnya, yang sebenarnya M Yahya menjadi Mukhtar, orangtua Irawanto yang sebenarnya Rasyidi sudah diganti menjadi Ario Sudarno, orangtua Suprayitno yang sebenarnya Ngatimin menjadi Amir Husin, dan orangtua Supardi diubah dari Temu Hadiprawiro menjadi Tumpu, dan nama orangtua Hendri dari Jamin menjadi Marijan.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan Majelis Hakim, rata-rata para saksi mengaku tidak mengetahui secara persis bahwa data-data mereka itu digunakan untuk melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam menyangkut keberadaan tanah di Penara, yang secara fisik dikuasai oleh PTPN 2 sebagai HGU No.62 Penara. Mereka bahkan tidak pernah diperlihatkan berkas Surat keterangan tentang pembagian tanah sawah ladang terbitan tahun 1953 yang dijadikan dasar untuk melakukan gugatan ke pengadilan.
Namun mereka mengakui terakhir menerima lagi dana sebasar Rp. 20 juta per orang dari Man Aceh yang mengaku bagian dari kelompok Murachman. Hanya janji akan diberangkatkan Umroh, yang tidak mereka tanggapi.
Setelah kasus ini mencuat, akhirnya mereka menyadari telah menjadi korban yang diduga dilakukan sindikat mafia tanah, akhirnya membuat pengakuan dalam pemeriksaan yang dilakukan penyidik Polda Sumut.
“Kami memang tidak pernah memiliki tanah di sana, orangtua kami juga tidak pak Hakim,” ujar Irawanto menjawab pertanyaan Hakim Ketua.
Penegasan-penegasan yang diungkapkan para saksi semakin memperkuat tuduhan bahwa terdakwa Murachman memang menggunakan data-data yang dipalsukan untuk menjadi bahan gugatan terhadap areal HGU No.62 kebun Penara yang selama ini adalah milik PTPN 2.
Untuk mendengarkan keterangan sejumlah saksi lain, Ketua Majelis Hakim menunda sidang hingga Senin (15/05) pekan depan. (SA)