TOPJURNALNEWS.COM - Pembongkaran bangunan pagar beton seorang warga Jalan Kemenangan Tani, Kelurahan Kemenangan Tani, Medan Tuntungan, berujung gugatan ke Pengadilan Negeri Medan. E Sembiring, yang merasa tindakan Satuan Polisi Pamongpraja dan oknum-oknum Dinas Permukiman, Cipta Karya, Bina Marga, dan Sumber Daya Air, Pemko Medan itu menunjukkan sikap arogansi tanpa dasar hukum yang jelas, akhirnya mengajukan gugatan.
Di atas irigasi/ saluran air
Menurut pengakuan E Sembiring, melalui penasehat hukumnya Samuel A Sitompul SH,CPM dari GwS LAW OFFICE sejak awal kliennya sudah keberatan dengan tuduhan yang dialamatkan pihak terkait di Pemko Medan itu. Sebab bangunan pagar beton yang dibuatnya dimaksudkan untuk menghalangi rumahnya dari kemungkinan aksi pencurian, bukan untuk maksud-maksud yang lain. Pembangunan pagar tembok beton itu sendiri sudah dilaporkannya kepada pemilik asal tanah yang dibelinya, yakni Nonya A Kaban. Pemilik tanah juga tidak keberatan.
Namun setelah bangunan itu selesai, pihak Kelurahan sampai Dinas Permukiman, Cipta Karya, Bina Marga dan Sumber Daya Air, terus menerus menyurati E Sembiring, agar bangunan tersebut dibongkar, karena dituduh didirikan di atas saluran irigasi. Padahal di bagian lain di sekitar lahan itu sudah berdiri rumah-rumah warga. Dan tidak ada yang membenarkan bahwa lahan tersebut adalah jalur irigasi, seperti disebutkan dalam surat kepada E Sembiring.
Namun bantahan E Sembiring dianggap sebagai angin lalu, sampai akhirnya sejumlah alat berat dikerahkan untuk membongkar bangunan pagar tersebut, di saat pemilik rumah tidak berada di tempat.
“Karena itu, kita menilai tindakan ini merupakan bukti arogansi pemegang kekuasaan yakni dinas terkait, sehingga akhirnya kita majukan gugatan ke pengadilan, agar secara hokum jelas duduk persoalannya,” ujar Samuel A Sitompul, ujar sidang lanjutan di PN Medan, Senin (07/10) siang.
Menurut Samuel Sitompul, Dinas Perkim kota Medan itu selalu berdalih bahwa klien kami menggunakan alur irigasi atau tali alir, menurut data tahun 1970-an. Sementara menurut A Kaban, sejak tahun 1980-an, lahan-lahan di daerah tersebut adalah milik orangtuanya, lengkap surat-suratnya dari BPN. Bahkan bisa dibuktikan, bahwa A Kaban, tetap membayar PBB atas lahan seluas 14.000 M2 tersebut.
“Kan tidak masuk lagiko, kalau tanah tersebut irigasi atau tali air, sementara PBBnya dibayar warga pemilik tanah,” tambah Samuel Sitompul.
Samuel berharap, lewat mediasi yang akan dilaksanakan pengadialn dalam beberapa hari ke depan, bisa terungkap fakta-fakta sebenarnya, siapa sebenarnya yang memaksa Dinas Perkim melakukan pembongkaran terhadap pagar milik kliennya. “Kita berharap, mereka yang kita gugat, termasuk Camat kecamatan Medan Tuntungan, Lurah kemenangan Tani, bisa menunjukkan bukti-bukti yang sah, untuk kita sandingkan dengan bukti-bukti yang kita miliki, sehingga hukum bisa ditegakkan seadil-adilnya.
Kasus ini ternyata tidak hanya merugikan E Sembiring secara maral dan material, tetapi juga A Kaban selaku pemilik tanah yang lengkap surat-suratnya. Sebab pihak Pemko Medan membuat garuis polisi di areal lahan tersebut.
“Padahal sudah ada yang ingin membayar lagi tanah saya itu. Tapi karena ada garis polisi, ya mereka khawatir tanah saya itu bermasalah,” jelas Nyonya A Kaban yang mendampingi E Sembiring di Pengadilan Negeri Medan.(SA)